Whispers in the Dabbas

Review Nyanyi Sunyi dalam Rantang (2025)

Keadilan Hukum yang Nampaknya Tidak Pernah Ada Bagi Rakyat Kecil

“Bapak itu gak salah. Itu hanya karena ada kepentingan lain,” – Puspa (Nyanyi Sunyi dalam Rantang, 2025)

Garin Nugroho baru saja merilis film terbarunya Nyanyi Sunyi dalam Rantang atau dalam judul internasionalnya, Whispers in the Dabbas. Film ini diinisiasi Garin Workshop dengan Stranas PK (Strategi Nasional Penanggulangan Korupsi), yang narasinya mengambil empat kasus penyimpangan hukum yang pernah terjadi di Indonesia. Bagaimana dengan filmnya kali ini?

Sinopsis

Nyanyi Sunyi Dalam Rantang
© Garin Workshop

Puspa (Della Dartyan), seorang pengacara muda yang termasuk idealis, berusaha untuk membantu sejumlah orang miskin yang dituduh melakukan kejahatan kecil, namun kejahatan itu berujung pada hukuman yang tidak adil. Ia harus berhadapan dengan polisi yang memaksakan reka adegan kepada tersangka, yang lucunya kejahatan itu tak pernah dilakukan tersangka. Tak hanya polisi, Puspa juga harus berhadapan dengan lembaga peradilan hukum yang curang dan sejumlah pihak yang membuatnya tidak berdaya melawan semua itu.

Kasus pertama yang dihadapi Puspa adalah saat ia kalah dalam menangani kasus seorang nenek bernama Tumirah yang mencuri kakao milik perusahaan besar. Padahal, Tumirah hanya memungut buah cacao itu di atas tanah adat setempat. Namun, saksi mengatakan lain, dan nenek sepuh itu dituding mencuri kakao dari pohon milik perusahaan.

Menghadapi situasi tersebut, Puspa tak bisa berbuat apa-apa. Dia pasrah saat sang nenek dituduh mencuri. Saat di pengadilan, jaksa menuntut Tumirah dipidana, dan hakim pun memvonis nenek itu dengan hukuman satu tahun penjara. Dari perjalanan kasus ini terlihat kalau perusahan besar tersebut berniat untuk mencaplok tanah adat warga. Hakim yang bertugas mengadili perkara justru ikut ‘bermain’ di dalam kasus yang ternyata juga melibatkan perusahaan tersebut, pemerintah daerah, dan aparat hukum.

Puspa yang tidak bisa berbuat apa-apa, berusaha menjelaskan perkembangan kasus ini kepada Tumirah dan suami Tumirah. Sayang, Puspa telat, rumah Tumirah beserta tanahnya telah dijual ke perusahaan tersebut.

Kasus kedua pun hampir sama, Puspa yang selalu ditemani rantang merah tiga tingkat berisi makanan, mendampingi seorang kakek kakek yang menanam jagung bersertifikasi yang diimpor negara, tetapi tanpa izin. Semua jagung yang telah ditanam disita polisi yang sama. Lagi-lagi, Puspa tak bisa berbuat apa-apa.

Istri sang kakek tidak bisa berbuat apa-apa melihat suaminya diseret polisi. Begitu pun Puspa yang makin tertekan menghadapi kasus yang dihadapinya terasa tidak masuk akal. Bahkan istri sang kakek sampai memakan tanah tempat jagung itu ditanam, karena suaminya tidak mau makan apapun kecuali jagung yang ditanamnya.

Nyanyi Sunyi Dalam Rantang
© Garin Workshop

Perspektif film cenderung fokus ke sisi psikologis pengacara

Nyanyi Sunyi dalam Rantang memiliki narasi yang unik dalam menceritakan sejumlah kisah ketidakadilan hukum yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Keempat kasus yang pernah terjadi ini terjadi di banyak daerah, dan kita melihat semua ini lewat perspektif Puspa yang menangani kasus tersebut.

Gaya penceritaan ini sangat menarik, walaupun tak bisa dipungkiri, kita hanya melihat sekilas dari luar permukaannya saja, dan melihat bagaimana kasus ini memengaruhi sisi psikologis Puspa yang berkali-kali gagal menangani orang yang ia bela.

Dalam banyak adegan kita bisa melihat, Puspa sangat tertekan dan tangannya gemetar saat memakan telur rebus, sampai telur itu berceceran. Tak hanya itu, Puspa juga terlihat menggoyangkan badannya mengikuti alunan musik dangdut koplo yang diputar di sebuah warung makan.   

Saat menangani kasus terakhir, Puspa mencapai puncak emosinya. Dia menyaksikan kakek yang seharusnya didampinginya mengakhiri hidup dengan mengubur diri hidup-hidup. Film ini ditutup manis saat Puspa sedang tertidur di sebuah bis tua, dan dibangunkan seorang anak kecil yang mengantarkan rantang merah milik Puspa yang tertinggal. Sambil tersenyum, Della menerima rantang merah miliknya, seolah anak itu memberikan asa untuk terus berjuang melawan ketidakadilan.  

Kesimpulan

Film ini mungkin sulit dicerna bagi mereka yang tidak terbiasa melihat film artistik seperti ini. Namun, walaupun sulit, banyak pesan yang terkandung di dalamnya, terlebih saat ada penjual kursi lipat yang akan membuat kita tersenyum lebar saat ia berjualan di dalam bis sambil menyindir kelakuan pejabat dan politisi, tentu lewat konteks kursi yang ia jual.

Namun, di balik semua itu, ada kisah yang menjadi catatan miris bagi penegakan hukum, terutama bagi rakyat kecil yang semena-mena, dan Garin berhasil mengangkat sejumlah kasus itu lewat perspektif Puspa yang menjadi pengacara mereka. Sisi psikologis Puspa yang tertekan berat juga diekspos secara proporsional, membuat kedalaman film ini dalam menyampaikan pesan yang tersirat menjadi lebih maksimal.

Director: Garin Nugroho

Cast: Della Dartyan

Duration: 76 Minutes

Score: 6.8/10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top