Lika-Liku Perjalanan Cinta Daku yang Penuh Misteri Akan Ketepatan Waktu
“Kalau aku bertemu seorang perempuan, tetapi ketakutanku semua hilang, justru aku bisa membayangkan membangun keluarga bersama dia,” – Daku (Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, 2025)
Hanung Bramantyo kembali lagi ke layar lebar dengan film terbarunya yang berjudul Cinta Tak Pernah Tepat Waktu. Sebelumnya film ini telah melakoni debutnya saat Jakarta Film Week 2023, dan akan tayang serentak di Indonesia mulai 13 Februari 2025. Narasinya sendiri merupakan alih wahana dari novel karya Puthut AE yang berjudul sama dan dirilis pada tahun 2009 silam. Seberapa menarik filmnya? Akan kita bahas di bawah ini.
Sinopsis
Daku (Refal Hady) seorang penulis muda berbakat yang tinggal di Yogyakarta, dihadapkan pada keseriusannya untuk menikahi kekasihnya, Nadya (Nadya Arina). Namun, sisi idealisnya yang terlalu tinggi, membuat ia terlambat dalam memutuskan hal tersebut. Nadya keburu dilamar oleh lelaki pilihan orang tuanya.

Kemudian Daku berkenalan dengan Anya (Carissa Perusset), seorang perempuan mandiri yang ternyata menginginkan Daku untuk menjadi suaminya. Lagi-lagi Daku merasa belum siap untuk menikah, dan ditinggal oleh Anya. Hal itu membuatnya stress berat dan kembali ke rumah orang tuanya di Rembang, dan kedua orang tuanya selalu paham saat dia pulang.
Dua kegagalan ini membuat orang tuanya, terutama ibunya cemas terhadap Daku. Di saat itulah ia berkenalan dengan dokter Sarah (Mira Filzah) dari Malaysia yang merupakan dokter ibunya, dan sedang ditugaskan di Rembang. Kehadiran dokter Sarah membuat cintanya seketika tumbuh, dan memutuskan untuk melamarnya. Apakah kali ini mimpinya untuk menikah bisa terwujud?
Narasinya tak biasa dan sulit ditebak
Menarik melihat perjalanan Daku yang kerap dihantui momok untuk segera menikah oleh orang tuanya dan juga oleh kekasihnya. Sebuah problematika hidup yang jamak dialami banyak lelaki di usia 20-an, di mana masalah mulai timbul saat ia didorong untuk menikah, baik dari pihak kekasihnya maupun dari orang tuanya sendiri.
Simbolisasi dari masa kecilnya tentang Dewa Kala atau Dewa Penguasa Waktu, yang didongengkan ayahnya lewat wayang kulit, akhirnya menyadarkan dirinya saat memahami kalau cinta yang selama ini ia hadapi memang tidak pernah tepat waktu, karena memang sang waktu sering menampakkan dirinya dengan hal yang kejam bagi orang yang tidak disiplin dengannya.

Menyandingkan proses mencari cinta sejati dengan kearifan lokal seperti ini memang menarik untuk ditelaah lebih lanjut, terlebih setelah Daku mengalami kegagalan bertubi-tubi dalam perjalanan cintanya. Kehadiran Tante Wijaya (Meriam Bellina) dan suaminya, Karjo (Whani Darmawan) yang tidak ia sangka-sangka, mampu membuat alur cerita film berubah signifikan dalam hidup Daku. Banyak statement menarik dari keduanya yang sangat relevan dalam kehidupan kita sehari-hari, terlebih soal cinta sejati dan pasangan hidup.
Kesimpulan
Sinematografi yang luar biasa indah dengan sejumlah shot menarik yang bervariasi, mampu dihadirkan dalam film ini. Dengan transisi adegan yang terbilang mulus, membuat kita bisa menikmati perjalanan cinta Daku yang penuh liku dan sulit untuk ditebak hingga akhir.
Elemen lain seperti skoring yang tidak berlebihan, desain produksi yang cukup baik, membuat Cinta Tak Pernah Tepat Waktu terasa sangat personal bagi pembuatnya, dan juga bagi mereka yang merasa lekat dengan ceritanya setelah menonton. Sekali lagi di bagian konklusi, saat Dewa Kala menunjukkan wujudnya, membuat Daku memahami kalau cinta yang ia nantikan telah hadir, dan tinggal ia putuskan, ia ambil atau ia singkirkan seperti sebelumnya.
Director: Hanung Bramantyo
Cast: Refal Hady, Nadya Arina, Carissa Perusset dan Mira Filzah
Duration: 110 Minutes
Score: 8.4/10