Review Darah Nyai (2025)

Balas Dendam Berbau Mistis Terhadap Para Penyiksa Perempuan

“Korban tewas adalah pelaku kejahatan seksual kambuhan. Banyak tanda-tanda penyiksaan,” – Inspektur Yati (Darah Nyai, 2025)

Sebagai salah satu film horor Indonesia, Darah Nyai yang akan rilis pada 21 Agustus 2025 memang tampil sangat berbeda dari film sejenisnya. Dengan mengambil subgenre jagal mistik atau mystic slasher yang hampir tak pernah ada di dua dekade terakhir, praktis film ini seolah memberi asa bagi pecinta film cult lawas yang notabene tak pernah dihadirkan di bioskop Indonesia akhir-akhir ini.

Darah Nyai disutradarai oleh Yusron Fuadi yang sebelumnya terkenal lewat Tengkorak (2018), dan Setan Alas (2023), film ini juga ditulis oleh Azzam Firullah yang terkenal lewat sejumlah film B-nya, bersama Hikmat Darmawan yang selama ini terkenal sebagai pengamat pop culture terkemuka di Indonesia.

Buat yang awam terhadap film B itu seperti apa, film B awalnya merupakan film beranggaran rendah, menjadi terkenal pada tahun 1930-an dan 1940-an. Film-film ini menjadi sumber hiburan selama Depresi Besar dan menjadi tempat pelatihan bagi para bintang dan pembuat film masa depan. Istilah film B kemudian berkembang sebagai film beranggaran rendah yang berfokus pada penceritaan genre dan sering kali menampilkan tema eksperimental atau kontroversial.

© Imajinarium Pictures

Sinopsis

Hilangnya sejumlah perempuan di daerah laut selatan membuat Rara (Violla Georgie) gelisah dan dihantui arwah-arwah korban yang mencari keadilan saat menginap di salah satu losmen di sana bersama kekasihnya. Ia lantas dirasuki oleh Nyai Sumekar (Jessica Katharina) yang merupakan dayang dari Ratu Laut Selatan. Sepulangnya ke Jakarta, ia membalaskan dendam korbannya satu demi satu dengan cara yang amat sadis dan pembunuhan itu menarik perhatian Inspektur Yati (Vonny Anggraini) yang menyelidiki kematian tersebut.

Pendekatan klasik dengan isu terkini

Eksekusi dengan pendekatan klasik film B cross-culture dengan isu kekerasan terhadap perempuan, rasanya sangat tepat dibawakan kepada penonton. Legenda tentang Ratu Laut Selatan, memang tak asing bagi penonton di masa 80-90an. Namun, bila kita padukan dengan unsur jagal di dalamnya, film ini menjadi terasa sangat kontemporer.

Pendekatan kreatif seperti ini ternyata bisa menghasilkan film B dengan dengan looks klasik yang memadukan film Giallo Italia ala 70an dengan film Hongkong dan Indonesia di era 90an. Hasilnya, Darah Nyai tampil dengan warna-warna kontras, yang sudah nampak dari titling awal dengan warna merah menyala, dengan tone gambar yang cenderung gelap kehijauan dan agak grainy.

© Imajinarium Pictures

Porn torture yang masih terbelenggu sensor

Elemen porn torture dengan sentuhan gore, dipadukan dengan fantasi supernatural, akan membuat penonton bergidik melihatnya. Banyak adegan yang akan membuat mata kita miris bila itu tersaji secara utuh. Sayatan cutter, hantaman palu ataupun irisan pisau mewarnai film ini. Namun, semua itu sedikit diredam sensor yang akan membuat para penikmat karya Azzam yang sebelumnya dimanjakan lewat film pendeknya, mungkin akan sedikit kecewa.

Ada beberapa hal menarik dihadirkan dalam film ini. Skoringnya mengingatkan kita pada film-film di era 80an, dengan pemakaian synthesizer membuat Darah Nyai bernuansa retro, walaupun latarnya kekinian. Handheld shot yang sedikit shaky dengan shot low angle dan close-up, memang sangat menarik untuk dilihat, walaupun ada beberapa adegan, transisinya terlihat jumping dan tak mulus.

Manifestasi Nyi Roro Kidul yang datang lewat bola cahaya kehijauan disertai suara memang lazim ditemui di banyak horor cult lawas, tapi efek visual semacam ini akan terlihat aneh bagi gen z ataupun gen alpha yang notabene belum pernah melihat hal seperti ini di film layar lebar.

© Imajinarium Pictures

Kesimpulan

Nonton kedua kalinya setelah tahun lalu diputar terbatas, Darah Nyai memang termasuk karya idealis yang tentu tidak bisa diterima oleh semua orang, terlebih untuk gen z atau gen alpha yang notabene lebih cocok dengan pendekatan kekinian. Namun, Darah Nyai bagi sebagian penonton lainnya, bagaikan sebuah oase yang muncul di tengah kebosanan akan film horor yang cenderung mengangkat legenda urban dan menjual jumpscares secara berlebihan.

Ada baiknya kalau roadshow dilakukan untuk mengenalkan film seperti ini kepada audiens, agar mereka memahami dan tak berburuk sangka terhadap medium dan genre seperti ini. Semua ini harus dilakukan agar bisa menumbuhkan rasa keingintahuan terhadap genre klasik yang dahulu pernah disukai banyak orang di mancanegara.

Director: Yusron Fuadi

Cast: Violla Georgie, Jessica Katharina, Rory Asyari, Vonny Anggraini, Djenar Maisa Ayu

Duration: 90 Minutes

Score: 8.0/10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top